SDM Unggul, Indonesia Produktif: Mulai Membangun dari Desa



Jika berbicara perihal kampung halaman, siapakah yang sebenarnya sedang merindu? Desa yang merindukan pemuda, atau pemuda yang merindukan desa?

Sudahlah, tak perlu lagi perdebatan siapa yang paling rindu sebenarnya, toh kita sendiri menyadari bagaimana kampung kehilangan orang mudanya, kehilangan para pemikirnya. Namun, apakah kemudian kita juga harus kehilagan rasa optimis, mengharapkan orang muda desa mau pulang kampung dan berkontribusi setelah lulus kuliah atau setelah mendapat pekerjaan?

Memang jamak kita ketahui, bagi sebagian orang muda, pulang dan tinggal di desa bukanlah sebuah keterpaksaan atau ketiadaan harapan. Orang selalu menganggap remeh, bahwa hidup di desa artinya kita tidak bisa berkembang, kita akan ketinggalan. Justru karena sebagian orang-orang muda yang memilih dengan sadar ini, mereka yang tentu memiliki keyakinan lebih bahwa hidup mereka akan lebih baik jika berada di desa. Sebab, mereka juga tak lupa meyakini bahwa ada begitu banyak peluang dan potensi yang selama ini menganggur di desa, dan mereka bisa berdaya memberdayakan melalui desa.

Desa, sebenarnya mampu menjadi ruang kreatif yang dapat mempertemukan belasan bahkan puluhan orang muda yang awalnya memilih merantau lalu pulang dan berkontribusi untuk kampung halaman. Mereka inilah cikal-bakal bagaimana kemudian bisa berkolaborasi dengan elemen-elemen penting dalam masyarakat seperti rumah ibadah, sekolah, pemerintah desa, tokoh adat, kelompok petani, penenun, pembatik, anak-anak hingga orang muda.

Ekosistem warga aktif seharusnya dianggap sebagai sebuah model yang cocok untuk desa kembangkan melalui komunitas desa yang di dalamnya tentu terdapat banyak pemuda-pemudinya, di mana ada ruang berkumpul dan berkolaborasi, ada proses pertukaran pengetahuan dan inovasi, hal ini bisa dimulai dari perpustakaan warga, lokakarya menulis kreatif, teater, musik dan tari. Diskusi, nonton film dan lokakarya menganyam atau membatik misal. Pembuatan pupuk organik hingga produksi oleh-oleh khas desa masing-masing dari hasil pertanian dan resep yang merupakan kekayaan intelektual orang-orang desa yang tidak dapat lagi ditemukan di kota.

Komunitas desa juga dapat menempuh jalan bidang seni budaya dan literasi, menuju ke kewirausahaan sosial. Mengapa kewirausahaan sosial? Tantangan orang-orang desa hari ini bukan saja soal kesempatan dan akses untuk belajar dan mengembangkan diri, namun juga kesempatan dan akses ke lapangan pekerjaan hingga pasar yang lebih kuat. Banyak orang berhenti menenun, membatik, atau berhenti menjadi petani karena berbagai persoalan, mulai dari keterbatasan pengetahuan untuk mengelola pertanian untuk mendapatkan hasil yang baik, hingga ke masalah distribusi, pengelolaan dan pasar. Lewat platform pasar di internet, komunitas pemuda desa dapat mencoba memperbaiki tampilan dan nilai produk-produk lokal supaya bisa bersaing dan punya nilai ekonomi yang lebih baik lalu menjualnya di internet, selain pasar offline.

Dengan model kewirausahaan sosial, bukahkah sebenarnya warga desa sudah mulai diajak untuk mandiri, bertumbuh, dan berdaya bersama. Keuntungan penjualan produk warga bisa disisihkan untuk diinvestasikan lagi sebagai pengembangan komunitas, ruang belajar ekonomi kreatif lewat berbagai lokakarya seni, budaya, literasi, pertanian dan kewirausahaan. Dengan demikian semua punya kesempatan yang sama untuk maju dan berkembang. Model ini pula yang saya rasa memang cocok sebab tiap-tiap kegiatannya turut merepresentasikan kelompok perempuan, anak dan kaum muda, pihak yang salama ini terabaikan dalam pembangunan. Banyak sekali orang muda yang bergiat di desa jika memang pemerintah serius memberdayakannya, sebab sebagian pemuda desa sudah membuktikan itu. Bahwa perubahan itu ada dan nyata terjadi di desa.

Pada akhirnya, pemerintah harus mulai menaruh perhatian lebih terhadap desa. Sebab, desa mengajarkan kita akan satu hal. Melahirkan sumber daya yang unggul demi untuk perubahan yang lebih baik, dapat dimulai dari hal paling kecil dan paling dekat.

Lokasi; Pasar Yosomulyo Pelangi, sebuah contoh pengembangan desa dan pemberdayaan masyarakat agar warga dapat produktif melalui pasar yang diciptakan oleh komunitas pemuda di Desa. Bisa di akses melalui instagram @payungi_

0 Response to "SDM Unggul, Indonesia Produktif: Mulai Membangun dari Desa"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel