Yang Lebih Cinta dari Cinta





Saya sering bertanya-tanya. Setiap malam, atau ketika sepulang sekolah saya mendapati ibu dengan kemalangannya.

'Apakah ibu mencintai bapak?' apakah bapak mencintai ibu?'

Kepala saya penuh dengan trouble keluarga saat itu, tidak lagi tentang materi-materi yang akan diujikan. Daripada sibuk dengan lembar-lembar latihan try out, saya memilih menonton tv, meski yang saya saksikan adalah kedinginan keluarga saya.

Saya tidak pernah benar-benar ingin keluar rumah melalui jendela lalu bermain karet bersama teman-teman. Sungguh, saya ingin memilih bermain bersama udang bapak saja, atau ikut ibu memetiki cabai di pinggiran tambak. Tapi tidak ada pilihan selain memilih bermain dengan ketakutan.

'Apakah mereka saling mencintai?'

Pertanyaan itu selalu ingin saya tanyakan secara langsung, namun, saya hanya si gadis kecil yang disuruh membawa singkong rebus dan membuatkan kopi atau sesekali memijati kaki bapak, tidak ada pertanyaan keluar selain, 'Mana lagi yang dipijit, Pak?'. Tidak lebih dari itu.

Sepulang sekolah, pernah saya mendapati ibu menangis di dalam kamar sendirian. air matanya jatuh dengan napas tersengal sesenggukan. Saya bertanya kenapa? ibu bilang bapak kembali berulah, ibu kembali terluka, di bagian mana? Bagian yang malaikat sendiri tidak tahu letaknya, katanya.

Namun keesokannya, kau tahu? ibu memasak makanan kesukaan bapak, ibu tetap sibuk sepagi itu untuk menyiapkan sarapan sekaligus bekal untuk bapak pergi ke tambak. Ada kopi, ada pisang goreng, ada kalimat pamit yang hangat.

Lalu di lain waktu, di malam-malam yang sepi itu, saya melihat bapak sedang merokok dengan mata merah dan dada yang naik turun menahan amarah. Disaat bersamaan ibu sudah tertidur, saya melihat ada yang dipaksa kering pada pipinya.

Saya bertanya lagi kenapa? Bapak bilang ibu kembali membuatnya luka. Di bagian mana? saya tanya lagi, bapak bilang di bagian yang bahkan bapak sendiri tidak tahu cara melihatnya.

Namun keesokan harinya, bapak bangun lebih dulu dari ayam-ayamnya. Diambilnya sejadah dan berangkat ke mushola di depan rumah. Dalam do'a selepas salam, bapak berkata lirih agar Tuhan menjaga keluarganya, memberi rezeki yang berlimpah dan keluarga yang berbahagia.

Ah mereka, lagi-lagi, cinta apa yang sebenarnya ada pada diri mereka. Apakah mereka sekadar saling berkompromi hidup bersama demi menjaga kami, --anak-anaknya. Sebesar apakah cinta dibutuhkan untuk membuat dua insan manusia bisa bertahan hingga usia tua?

Selepas itu saya kembali ke kamar, saya kembali bertanya-tanya. Bagaimanakah sebenarnya cinta bekerja? jika sudah dibuat berkali-kali luka kenapa tidak saling berpisah saja, menepuk pundak masing-masing dan berkata, sebaiknya kita sudahi saja. karena luka hanya membuat perih dan derita.

Kuat keinginan saya, namun, melihat wajah mereka berdua. Saya tak pernah memiliki kuasa bertanya, kembali saya urungkan niat untuk mencari tahu jawaban dari mereka

Hingga pada suatu ketika, di tengah malam, saya mendapati ibu kembali menangis, tidak terbendung lagi, namun saya tidak bertanya, ibu sudah lebih dulu bicara, "rindu bapak" katanya.

Selepas bapak pergi, ternyata ibu malah sering menangis dari biasanya. Hingga saat ini, meski di rumah suami barunya, ia tetap menangis untuk bapak.

Bagaimana bisa? tanya saya kepada diri sendiri. Bahkan sempat saya pikir mereka akan saling berbahagia usai tak bersama, justeru sebaliknya.

Seiring bertambahnya usia, saya semakin mengerti, mungkin begitulah cinta bekerja. suatu kali membuatmu terluka, di lain waktu cinta pula yang menyembuhkannya.

Barangkali dulu, kuat niat untuk berpisah ada, namun bagi ayah dan ibu, untuk apa? ada yang lebih cinta dari cinta, cinta terbesar mereka adalah kami; anak-anaknya.

Hingga akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan bahwa; cinta tak perlulah besar dan mewah. keistimewaannya adalah ketika cinta itu selalu ada. Hadir dengan kesetiaannya yang sempurna.

Sebab, bagi ayah dan ibu. Cinta mereka lebih dari kata cinta itu sendiri.

Bapak sudah di surga, kataku, barangkali bapak kembali jatuh cinta jika melihat ibu dandan seperti ini. Pernah godaku, lalu ibu menangis lagi, tapi tak terlihat mana yang menumpahkan air. Mata atau hatinya ^^

1 Response to "Yang Lebih Cinta dari Cinta"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel