Titik Pulang
Sejauh—jauh aku berjalan dan tersesat, kerling matamu menjelma titik menuju pulang.
Ada satu titik paling bercahaya di ujung selatan pegunungan, — aku lupa bagaimana ia diberi nama, seseorang sempat menyebutnya tetapi aku luput untuk mencatat, mungkin setelah ini akan ku cari saja, dengan kata kunci seperti biasa, berharap mesin Google mengerti apa yang dikehendaki diri.
Ialah dia yang kurasa menjadi kompas dan pemandu para pendaki menuju pulang. Tak peduli seberapa buruk cuaca, tak peduli seberapa rimbun lagi terjal, tak acuh seberapa gelap langit pekat, titik itu selalu terlihat berdiri di sana dengan gagah. Seolah mengisyaratkan dengan segala keteduhan dan kebijaksanaannya untuk berkata pada para pendaki yang linglung dan kelimpungan.
“Mari. Tak perlu cemas dan takut. Ada aku di sini. Ikutilah titik itu, maka kau akan menemukan jalan menuju pulang.”
Lalu seperti awan yang tunduk pada angin dan menjadikannya serupa kabut, atau seperti daun gugur yang taat pada putaran udara dan menjadikannya perubahan arah, dan para burung yang tersesat itu akan berduyun-duyun patuh mengikuti titik cahaya untuk hinggap. Tentu, agar dapat pulang tanpa tersesat.
Dalam hidup, aku bukanlah pendaki ulung yang begitu paham mana arah utara dan selatan. Aku hanya perempuan pejalan yang kerap tersesat dan kebingungan. Namun, di balik itu semua, aku telah punya satu titik pulang sendiri. Sinarnya amat terang, tapi kau tahu, perihal itu sama sekali tak menyilaukan. Memesona dengan segala kesederhanaan dan ketabahannya.
Kali ini, sepertinya aku sudah lagi tak perlu repot-repot berselancar mengetikkan kata isyarat di google untuk sekadar mengetahui nama titik itu. Sebab, aku telah teramat tahu, kenal, dan begitu paham.
Perihal titik yang menjadi arah, yang kutuju untuk pulang, ialah kerling matamu.
Titik pulang itu kamu.
Garut — Kampung Sumber Alam
05 November 2019
0 Response to "Titik Pulang"
Post a Comment