Jelajah Garut Lewat Tulisan



(sc: ig bitread)

Awalnya saya belum percaya dapat mengikuti event bergengsi yang diadakan oleh bitread bersama Pemerintah Kabupaten Garut, khususnya Perpustakaan dan Arsip Kota Garut. Ini adalah event perdana bertema Jelajah Kota, setelah sebelumnya writingthon (writing marathon) hanya diagendakan untuk kegiatan-kegiatan akbar seperti Asean Games, Puspitek, dsb.

Bersaing dengan 2.184 penulis Nasional dan berhasil masuk di 25 peserta terpilih tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi saya. Terlebih, ketika saya menuliskan tentang tokoh perempuan pribumi pertama yang melek literasi, tidak hanya itu, tokoh perempuan ini juga pantas, --paling tidak menurut saya--, untuk menyandang perempuan feminis pendidikan pada zamannya. Senang sekali rasanya menuliskan perempuan yang berdikari semasa hidupnya itu.

Ketika mendapat undangan karantina melalui surel, saya sempat ngawur menerka, akan seperti apa writingthon jelajah kota ini setelah melihat adanya karantina selama 3 hari di Kota Garut. Ya, seperti yang sudah-sudah, awalnya saya pikir, karantina tersebut hanya berjalan 'seberjalannya' saja. Dalam artian, agenda hanya sebatas seremonial dan workshop yang ndakik-ndakik namun ouputnya nol. Akan tetapi, bitread memang selalu penuh kejutan.

Selanjutnya, setelah malam hari tiba di Garut, esoknya, agenda diawali dengan perkenalan diri sekaligus memperkenaklan makanan khas daerah masing-masing di aula Perpusarsip Kota Garut. Disini, ternyata para peserta tidak hanya sekadar memperkenalkan makanan khas daerahnya, namun juga banyak yang kemudian menceritakan bagaimana sebenarnya makanan khas daerah yang dirasa memiliki potensi ekonomi yang baik untuk penduduk setempat harus tergeser oleh makanan asing atau makanan khas daerah lain. Beberapa juga menyelipkan promosi juga inovasi-inovasi yang perlu diterapkan oleh peserta lain pada daerahnya. Menarik, bukan?


Setelah selesai perkenalan, kami para peserta diinstruksikan naik ke kendaraan khusus wisatawan, Sonagar. Konon, sonagar diambil dari kepanjangan kata Pesona Garut.

Disepanjang perjalanan, kami ditemani oleh lagu-lagu daerah Garut atau sesekali dipertontonkan video sejarah Kota Garut itu sendiri. Lalu kami diajak jelajah ke beberapa titik tempat seperti pendopo, alun-alun kota, dan melewati tempat-tempat produksi kulit hingga sampai ke penginapan Kampung Sumber Alam.

(Keliling Garut naik sonagar)

(Kampung Sumber Alam)

Selanjutnya, pada malam hari, kami dialokasikan menuju kedai kopi, kopi asli Garut yang memang sedang menjadi minuman primadona Kota Garut, katanya. Kopi Talkie, begitulah nama kedai kopi itu diberi, selama di sini kami tidak hanya sekadar berkunjung, ada workshop tapi lebih pantas disebut ngobrol santai, kami banyak sharing perihal kopi yang berada pada daerah masing-masing, juga bertanya sebab penasaran bagaimana Kopi Talkie mampu membranding kopi Garut hingga sedemikian rupa, sampai proses penanaman kopi untuk menghasilkan kualitas kopi Garut yang mendewa.


Pada hari berikutnya, kami jelajah ke Candi Cangkuang dan Kampung Pulo. Cangkuang dan Kampung Pulo berada pada satu wilayah di seberang sungai. Konon, Candi Cangkuang dan Kampung Pulo tersebut menjadi simbol toleransi bagaimana pada zaman dulu umat dua beragama tersebut bisa hidup berdampingan. Di samping Candi juga terdapat makam seorang Ulama yang pernah mensyiarkan Islam pada masyarakat Kampung Pulo, Arif Muhammad. Ada sesuatu yang menarik pada masyarakat adat kampung Pulo ini, dimana luar biasanya filosofi bangunan rumah sampai lunturnya kesakralan wilayah yang pernah dijaga. Penasaran?

(Kampung Pulo)

(Candi Cangkuang)

Usai menyebrangi sungai meninggalkan Kampung Pulo, Kami menuju ke salah satu produksi pangan yang menjadi ciri khas Kota Garut. Kalau dengar Garut, apa yang terlintas? Ya, betul, dodol. Namun, Kali ini pemilik telah berinovasi bagaimana dodol dapat disajikan dengan rasa dan sajian yang berbeda.

Chocodot, coklat isi dodol ini ternyata menjadi inovasi baru di Garut. Inovasi yang marketable namun mencoba untuk tidak menghilangkan 'dodol' sebagai nyawa lain dari Garut itu sendiri. Dan belakangan saya tahu, belum ke Garut jika belum membawa Chocodot sebagai oleh-oleh untuk sanak keluarga di kampung.


Selesai jelajah pangan dan tempat bersejarah, berarti telah waktunya kami harus dipisah menjadi beberapa tim untuk menjawab tantangan yang telah diberikan. Tim tersebut terdiri dari tim sejarah, tim budaya, tim bisnis, tim wisata, dan tim kuliner. Dan disinilah saya pikir sebenar-benarnya Jelajah Garut melalui tulisan. Pada hari pertama, panitia memang sengaja menyelipkan kertas pada name tag berisi tantangan menuliskan Kota Garut dengan tema-tema yang berbeda.

Kami ditantang untuk menggali informasi dan menguliknya dari akar, langsung pada tempatnya. Hingga pada pagi di keesokan harinya kami harus mengumpul informasi yang kami dapat melalui bentuk tulisan sebanyak minim-minimnya 2.500 kata untuk kemudian tulisan-tulisan itu dibukukan sebagai bentuk output dari kegiatan tersebut, juga diharapkan dapat dijadikan sebagai arsip yang memuat segala potensi yang tersimpan pada Garut. Menantang?

Lalu apa sebenarnya tujuan dari tantangan ini?

Pada hari peresmian acara Writingthon Jelajah Kota Garut ini, Anita Choirunnisa selaku CEO bitread pada sambutannya menyampaikan bahwa penting rasanya menggali potensi yang ada pada suatu daerah dengan tidak hanya melibatkan penulis lokal akan tetapi juga penulis dari luar wilayah, selain agar dapat diketahui dan dinikmati oleh khalayak, sesuatu yang menjadi kebanggaan di Kota tersebut dapat tergali, tidak hilang pelan-pelan dan akhirnya hanya akan menjadi sejarah yang tak pernah tertuliskan.

Memang, saya rasa penting sekali menulis segala yang ada pada wilayah dimana kita tinggal, dari sejarah, budaya, kuliner, bisnis, wisata, dan hal-hal yang sebenarnya ada namun tidak pernah tersentuh pun diketahui. Dengan diadakannya agenda yang bekerja sama dengan pemerintah setempat ini saya rasa perlu menjadi contoh bagi wilayah-wilayah lain yang ingin menunjukan bahwa 'wilayah' ini ada dengan segala pesona yang tersimpan di dalamnya.

Garut, sependek pengetahuan saya. Hanya Kota kecil yang tidak jauh-jauh dari bayangan dodol serta dombanya. Namun lebih dari itu, tiga hari di Garut rasanya masih penasaran perihal 'apalagi' bentuk kejutan yang ada di Garut.

Banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan selama di Garut, tempat yang jamak dikunjungi oleh seorang legend Charlie Chaplin tentu memiliki pesona sendiri, terlebih oleh keindahan gunung-gunung yang mengitarinya, serta pantai sebagai pelengkapnya, kebun teh sebagai teman perjalanannya, romansa dari hawa dinginnya, kulinernya, destinasi wisatanya, keunikan dari tatanan sosial dan budayanya, dan segala dari yang ada, juga perkenalan orang-orang baru seperti relawan kota, penggerak, budayawan, sampai penulis radikal membuat saya merasa amat kerdil perihal pengetahuan.

Dan pada akhirnya, dengan segenap keluarbiasaan yang disajikan, saya rasa Garut sangat pantas untuk masuk list tempat-tempat yang harus dikunjungi. Berani coba?

#Kamipamit


Salam,
Garut, 06 November 2019

0 Response to "Jelajah Garut Lewat Tulisan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel