Perempuan Guyonan Seks?
Belakangan ini, saya melihat ada beberapa fenomena menarik dalam kancah pergaulan. Ketika sekumpulan laki-laki, --disini teman-teman lelaki yang saya kenal-- yang menghabiskan waktu jam tunggu dosen pembimbing dengan bercanda mengenai hal yang sering dianggap tabu.
Hal tersebut tentu mengundang berbagai reaksi dari sekeliling teman-teman perempuan; mereka yang memilih bungkam lantaran agar terlihat tidak paham, menghindar, atau meneriaki mereka untuk mengakhiri percakapan 'berbau porno' tersebut, dan tentu, saya masuk dalam klan para lelaki ini: tertawa.
Sebenarnya, bercandaan seputar seks ini juga acapkali saya temui di beberapa grup WhatsApp -yang penghuni mayoritasnya memang lelaki- dan juga pernah saya dapati dari chat seorang lelaki yang sedang curhat menye-menye mengenai kriteria perempuan yang layak didampingi -dari persoalan taat sampai pantat- dan bagi saya, ya itu bukan masalah ketika saya mengikuti lawakan mereka.
Saya rasa melalui bercandaan itu, isu berat kadang dapat disampaikan dengan receh, ringan, dan menarik. Dengan lawakkan tersebut, kata-kata sarkas dilempar manis sehingga tidak seorang pun boleh sakit hati atau menanggapinya dengan serius. Meski mereka yang malah kemudian beranggapan serius kepada saya, dengan tuduhan yang seolah saya ini adalah perempuan dengan pikiran paling nakal dan mesum sejagat raya.
"Lah, si ukhti. Jilbab gede, pakai gamis, tapi ngerti lawakan mesum."
Lha, karepmu ki piye ta, mzzzz ?
Seolah-olah kalau 'perempuan' paham tentang seksualitas, mereka jadi dipandang immoral, padahal ya nggak gitu juga wahai netijen yang mindset nya dibentuk dari paham patriarkhi.
Karena yang perlu diingat, nih. Libido bukan haq milik laki-laki saja ya, mas. bukan pula menjadi sesuatu yang secara bebas bisa diobyektifikasi.
Sebenarnya saya juga heran; mengapa perempuan harus tidak nyaman terlibat dalam obrolan atau lawakan mesum para lelaki ini. Bahkan, sebagian dari perempuan memilih untuk diam agar terlihat seolah tidak tahu-menahu tentang apa yang sedang dilawakkan.
Sedangkan, ketika ada seorang perempuan yang mampu menanggapi lawakan tersebut, mereka seperti tidak lantas menjadi sosok yang menggiring topik pembicaraan. Lelaki selalu terkesan lebih bebas dan perempuan cenderung terbatas karena takut dianggap 'otak mesum' oleh kawan lelaki sesirkelan mereka ini.
Barangkali, budaya patriarkial memang belum benar-benar menjadi sejarah. Lihatlah bagaimana keberadaan patriarki membuat kita selalu berpengharapan lebih terhadap perempuan; menjadi perempuan harus selalu terpandang taat, anggun, membendorokan, suci, santun, bukan hanya pada perbuatan, melainkan juga pikiran.
Bayangkan saja ketika seorang perempuan tidak dapat memenuhi ekspektasi itu, terlebih jika seorang perempuan berani secara terang-terangan bercanda atau bicara (yang sifatnya edukatif) tentang seks, perempuan akan selalu, still n alwaes dianggap sebagai sosok liar yang menyalahi pseudo-norma bertopeng tata krama.
Ah perempuan. Sungguh ironis. Dihadapan publik, harus berpura-pura buta dan tuli dengan urusan seks. Sementara di ranjang, perempuan harus peka tanpa diminta.
0 Response to "Perempuan Guyonan Seks?"
Post a Comment