Urusan Cinta Itu Satu Hal dan Urusan Duit, Itu Hal Lain


Tulisan ini adalah refleksi saya yang sepagi tadi sudah tersuguhi tulisan dari Agus Mulyadi, perihal sedikit banyak persoalan yang menyinggung masalah seputar muammalah yang ada pada setiap pasangan.

Setalah khidmat membacanya sampai selesai, selain tertawa kecil karena tulisannya yang khas dengan karakter 'nggatheli', saya juga merasa senang karena ternyata, untuk persoalan yang satu ini, saya tidak sendiri.

Persis, awalnya saya kira, kalau cinta ya cinta, tak perlu banyak pertimbangan cum perhitungan, ini yang tidak jarang membuat saya sedikit heran, sejauh ini kok kenapa masih ada hal yang sifatnya transaksional sekali diantara saya dan pasangan saya.

Setiap kencan, kami hampir tidak pernah mentraktir satu sama lain, kecuali kalau memang salah satu diantara kami sedang ingin merayakan sesuatu dengan perayaan kecil-kecilan atas kejadian suatu hal. Itu saja tidak mesti satu bulan sekali. Menyedihkan, ya tidak juga, selama itu dengan pasangan, makan somay pinggir lapangan kampus pun tidak ada bedanya dengan ketika sedang makan ayam bakar di kayu watu.

Lain waktu, saat kencan, atau saat makan di luar, saya dan pasangan bayarnya patungan, bayar sendiri-sendiri. Kalau salah satu di antara kami tidak punya uang, hari ini dibayarin. Berarti, untuk makan di luar selanjutnya, ya gantian bayarin untuk bayar utang makan sebelumnya. Tetapi sudah bisa ditebak lah siapa yang paling sering utang bayar makan hmm. Kalau sudah terlihat kami jarang update tempat makan, bisa dipastikan kami sedang sama-sama tidak punya uang. Haha

"Bayar sendiri-sendiri dulu, ya"
Atau 
"Yaudah lho, hari ini aku yang bayarin."
"Udah aku aja yang bayar dulu."
Dan
"Besok aku traktir yuk, aku habis selesai ini, habis dapet ini."

Awalnya tentu saja tidak mudah, saya takut ketika bayar makan sendiri, -yang padahal ketika bayar sendiri akan ada kepuasan telap-telep tersendiri, malah jadi menyinggungnya, jadi kikuk antara keduanya. Maklum juga, hidup di tengah dimana kemaskulinitasan lelaki masih selalu diperhitungkan, dia akan malu ketika saya yang minta bill ke kasir. Atau ketika pasangan saya yang membayarnya, saya khawatir dan merasa tidak enak karena sudah memotong anggaran kebutuhannya yang lain.

Dan ya pada akhirnya, lambat laun, kami mulai percaya bahwa semua itu bisa selesai di komunikasi, dengan artian, harus ada kesepakatan di sana, agar saling tahu, selain juga untuk menepis perasaan 'nggak enakan' karena malah banyak menerka-nerka kekhawatiran sendiri. Jujur dengan kondisi keuangan masing-masing, dan pastinya saling mengingatkan untuk tidak boros dalam urusan perut.

Oiya, belum lama ini kami sudah patungan untuk membeli sesuatu yang bisa dipakai bersama dan dirawat bersama seperti Malika. Biar bisa sedikit sombong, kalau kencan sudah tidak pakai pentaris dari orang tua. Prinsipil sekali bukan? Eh, tapi itu hanya salah satu alasan, banyak alasan lain kenapa kami memilih patungan dari yang awalnya mau beli sendiri-sendiri.

Ini juga selalu menjadi pertanyaan, bagaimana mengatur pemakaiannya sedang itu milik bersama, lagi-lagi ya tetap selesai di  komunikasi untuk cari jalan keluar yang bisa disepakati berdua, kalau ada yang berat sebelah, ya tentu akan dan pasti terjadi.

Saat ini kami juga memiliki projek kecil-kecilan, sambilan, syukur-syukur hasilnya bisa untuk menambah anggaran jajan pinggiran sembari review-review jajanan lokal di Kota kecil tercinta ini, kalau sisa banyak ya untuk nabung nikah. Atau sisa lebih banyak banyak lagi, mau dialokasikan untuk anggaran haji. Haha, aamiinkan.

Klise sekali, memang, tapi biar bagaimanapun, ini adalah cara untuk melatih kemandirian satu sama lain. Sama-sama berdikari, sama-sama memiliki kedaulatan atas uang sendiri, sama-sama muter otak bagaimana harus berusaha mengerjakan satu hal agar menghasilkan uang. Ya intinya, sama-sama memanajemen pengeluaran dan pendapatan, dimana dua hal yang realistis ini, mau tidak mau, tidak bisa ditepis hanya dengan bermesra-mesraan.

Tulisan dari Agus Mulyadi ini memang behasil menyentil pasangan-pasangan proletar seperti saya, selain juga saya bisa mendapat pengajaran muammalahnya, 'hidup tanpa utang memang kurang menantang', dan satu hal lagi, memang kok, urusan cinta itu satu hal. Tapi urusan duit, itu hal lain.

Semoga bahagia para pasangan di bumi ini.



0 Response to "Urusan Cinta Itu Satu Hal dan Urusan Duit, Itu Hal Lain"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel