Novela Arapaima: Sebuah Realita Ketidakadilan yang Melingkupi Perempuan Pekerja #2

Saya tertarik dengan kisah Aku yang bekerja pada sebuah toko ikan ini, lengkap dengan pemilik toko, seorang lelaki sudah berisitri, memperlakukan karyawan perempuannya dengan sangat mesum. Dari tatapan sampai pada perbuatan.

Tentu saja cerita semacam ini sudah tidak asing, beberapa waktu yang lalu saya juga sempat membaca cerita seorang jurnalis yang menulis kisah perempuan pekerja pada sebuah pabrik yang diperkosa oleh tiga mandornya dalam keadaan sedang sakit di hari awal menstruasinya, yang sebelumnya dikerjai bolak-balik ke rumah sakit dengan berjalan kaki karena harus membuat surat izin sakit.

Jurnalis  tersebut juga merelevansikan dengan kisah yang dialami ibunya dahulu ketika menjadi buruh pabrik, betapa menyedihkannya perempuan pekerja yang sukar mendapat keadilan itu, ia menyematkan pesan dari ibunya, bahwa menjadi buruh pabrik itu tidak mudah, apalagi untuk seorang perempuan, kadang kesakitan dan pelecehan yang diterima tidak dipedulikannya, asal keluarga tetap bisa makan di rumah.

Kisah lain lagi bisa kita temui pada karyawan di pabrik es krim yang belum lama viral ini, bagaimana pekerja dikarantina dengan perlakuan yang tidak manusiawi, diberi makan seadanya, tetapi diperas habis tenanganya. Atau bertolak kebelakang, jauh sebelum itu sudah ada Baiq Nuril yang mengalami pelecehan oleh pimpinannya di sekolah.

Pelecehan seksual di tempat kerja memang masih menjadi masalah yang tak terpecahkan di Indonesia karena masih banyaknya perusahaan yang tidak memiliki mekanisme jelas untuk menyelesaikan isu tersebut. Yah, jangankan perusahaan maupun pabrik-pabrik yang besar, di toko-toko kecil seperti yang dikisahkan pada novela ini juga bukan tidak mungkin pelecehan seksual akan terjadi.

Dan tentunya yang paling menyedihkan dari itu semua adalah, respon korban pelecehan seksual hanya cenderung diam, ya tidak bisa disalahkan, memang benar, kondisi finansial selalu menjadi hal penting yang perlu dipertimbangkan jika ingin melawan, dan mengundurkan diri juga tidak mesti mampu menjawab sebuah persoalan. Meskipun kita tahu akibat dari semua itu tentu berdampak pada psikologis yang dialami korban pelecehan seksual di tempat kerja, seperti hilangnya rasa percaya diri dan kemudian mengalami depresi.

Kasus pelecehan seksual di tempat kerja juga sangat terkait dengan praktik diskriminasi. Sudah banyak riset yang membuktikan bahwa korban pelecehan seksual dialami mayoritas oleh perempuan, muda, tidak memiliki pasangan, memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan memiliki posisi rendah dalam organisasi tersebut. Sementara pelakunya merupakan laki-laki yang memiliki kuasa atau posisi lebih tinggi daripada korban. 

Pada novela ini, pelecehan seksual pada tokoh Aku juga dinarasikan hampir mirip dan apik meski sangat singkat. Dari pertama masuk kerja, tatapan mesum dari pemilik toko sudah Aku dapati, dan sampai pada akhir novela ini, tokoh Aku benar-benar mengalami pelecehan, Aku bergemetar mendapati tangan pemilik toko itu menggerayangi seluruh bagian tubuhnya dengan desahan paling sange. Aku tidak bisa mengendalikan dirinya yang bergemetar sampai pada ia coba meraih akuarium kecil yang terlihat oleh sudut matanya lalu melemparkan ke kepala pemilik toko ikan tersebut.

Tokoh Aku kemudian lari menaiki bus meninggalkan semua yang berada di dalam toko itu, termasuk tasnya. Ia baru menyadari ketika meninggalkan toko dengan menaiki bus, Aku tidak membawa sepeserpun uang, dan tidak seperti kisah-kisah yang sering saya baca ketika masa sulit seorang tokoh, Aku diceritakan berbeda, seperti realitanya, ia harus kembali ke toko ikan tersebut untuk mengambil barang-barangnya yang tertinggal. Ia sadar, tanpa uang, seorang karyawan kecil sepeti dia mana bisa hidup.

Cerita ini begitu terasa dekat dengan kehidupan yang sering saya jumpai, pelecehan terhadap perempuan di tempat kerja tak kunjung jadi sejarah, masih kerap terjadi, terus terjadi, dan bukan tidak mungkin bisa dialami oleh saya atau orang-orang di dekat saya, kapanpun. Namun, biar sedikit, keadilan harus tetap disuarakan, paling tidak melalui sebuah tulisan.


0 Response to "Novela Arapaima: Sebuah Realita Ketidakadilan yang Melingkupi Perempuan Pekerja #2"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel