Menelisik Uniknya Sepatu Rajut Saung Mimitran Sumedang

(Potret Pusat Pengrajin Sepatu Rajut di Utara Kota Tahu Sumedang yang Mendunia)


“Fenomena sunyi yang acapkali jarang disadari oleh masyarakat adalah bahwa ekonomi kreatif bisa lahir dari tangan-tangan warga yang masih mencintai sekaligus sadar akan potensi lokalnya.”

Bicara perihal kota yang dikenal dengan tahunya ini memang selalu memiliki sisi uniknya sendiri, entah itu yang didapatkan dari sisi ekonomi kreatifnya maupun dari wisata alam dan budaya dengan bonus demografinya yang tentu banyak menyimpan pesona keindahan dan kekayaan alam yang bukan tidak mungkin bisa merebut perhatian publik dari lokal bahkan sampai manca negara.

Terlebih, potensi yang tumbuh dan berkembang juga telah memberi peluang kepada masyarakatnya untuk memanfaatkan dengan sebaik-baiknya potensi alam yang melimpah, potensi keterampilan yang mumpuni, serta potensi budaya yang berkembang ditengah-tengah heterogenisme masyarakatnya, yang sehingga di antara potensi-potensi ciamik tersebut dapat mengundang rasa penasaran wisatawan akan kemewahan alam dan kekreatifitasan yang dirawat apik oleh masyarakat Kabupaten Sumedang.

Setelah sedikit banyak mengetahui  perihal apa saja yang dimiliki oleh Sumedang, berarti, ketika berbicara Kota Tahu ini kita tidak boleh hanya sekadar membahas tahunya saja, bukan? Oalahan hasil tangan-tangan kreatif warga Sumedang juga perlu diketahui terlebih diapresiasi.

Sebut saja olahan hasil rajutan oleh tangan-tangan kreatif perempuan Dusun Nanggewer RT 04/RW 05 Desa Padasuka Kecamatan Sumedang Utara yang menghasilkan berbagai macam aksesoris dan perlengkapan seperti tas, dompet, hingga sepatu.

Kalau tas dan dompet rajutan barangkali sudah biasa, ya. Kalau sepatu, bagaimana tuh sepatu hasil rajutan tangan? Sekalipun ada, biasanya sepatu rajutan hanya diperuntukkan untuk pemakaian kaki bayi, akan tetapi, di tangan kreatif ibu-ibu di Dusun Nanggewer, Desa Padasuka, Sumedang Utara ini sepatu rajut diproduksi untuk berbagai usia dari bayi sampai usia dewasa. Sepatu rajut ini menjadi produk andalan yang memiliki ciri khas tersendiri dengan membubuhkan motif unik khas rajutan Sumedang tanpa mengesampingkan kenyamanan pemakaian yang selain bernilai estetis, unik, juga modis. 

Usaha produksi sepatu rajut Saung Mimitran (SAMI) Sumedang ini sudah berjalan kurang lebih 11 tahun atau mulai beroperasi sejak tahun 2009 silam yang pada awal mulanya merupakan sebuah Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Lahir dari inisisasi seorang perempuan bernama Hj Odah yang merupakan Anggota DPRD Sumedang dari Fraksi PPP ini beserta rekannya Yunizar dan Luciana.

Bak gayung bersambut, ternyata keduanya memiliki kemampuan yang sama dalam hal  rajut merajut, setelah saling mendalami seni merajut inilah lahir kesepakatan mendirikan sebuah Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang kemudian diberi nama Saung Mimitran. Saung Mimitran ini diharapkan oleh ketiganya agar kelak dapat menjadi wadah untuk mengadakan pelatihan-pelatihan dan menampung kekreatifitasan olahan penduduk setempat.


Pada perjalanannya, Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Saung Mimitran tidak bisa dikatakan mulus tanpa ada terjalan, awal beroperasi tidak begitu langsung memproduksi benda-benda rajutan dan langsung dipasarkan, akan tetapi berjalan bertahap seperti komitmen awal yang akan mengadakan sejenis pelatihan terlebih dahulu untuk melahirkan pengrajin yang militan.

Maka dari itu, di tahun pertama Saung Mimitran mengadakan uji coba produk rajutan yang dihasilkan dari segi kualitas, estetiska, hingga nilai gunanya. Lalu pada tahun kedua berikutnya Saung Mimitran lebih menekankan kepada pelatihan dan pematangan dalam seni merajut.

Jalan terjal Saung Mimitran tidak berhenti sampai di mana penggerak harus ekstra dalam memberikan pelatihan terhadap warga, akan tetapi juga tantangan memberi kayakinan atas ketidakyakinan ibu-ibu rumah tangga yang diberdayakan ini terhadap produk sepatu rajut yang dianggap kurang menarik dan kurang menjajikan dijadikan sebagai ladang usaha.

Urusan produksi juga tidak jauh berbeda dengan proses pemasarannya yang tentu memerlukan sikap keuletan dan kesabaran untuk kemudian produk-produk yang dihasilkan tersebut bisa diterima baik oleh masyarakat, baik itu sebagai produk yang layak dibeli maupun yang layak dijadikan sumber penghasilan.

Setelah beberapa tahun perjalanannya, pada tahun 2011 Saung Mimitran mulai menunjukan eksistensinya, Saung Mimitran Collection mulai diterima dan dikenal luas oleh masyarakat. Saung Mimitran mulai mendapat banyak pesanan dengan berbagai macam bentuk rajutan, sampai akhirnya Saung Mimitran mulai melebarkan sayap dengan membuka pelatihan rajutan dan pembuatan makram di Rancakalong dan Cimalaka.

Pada akhirnya, Saung Mimitran Collection memiliki sekitar 50 tenaga terampil di tiga cabang, 10 diantaranya bukan merupakan warga setempat melainkan dari berbagai tempat namun memiliki kemampuan merajut dan mempunyai keinginan bergabung dan berkembang dengan usaha sepatu rajut ini. Sedangkan sebagian besar merupakan warga setempat yang awalnya hanya sekadar mengisi hari namun kini sudah menjadikannya sebagai mata pencaharian.

Hingga sampai saat ini Saung Mimitran berhasil memproduksi sepatu rajut yang berhasil dirajut oleh para ibu-ibu rumah tangga dengan jumlah 100 pasang setiap bulannya. Para perajut juga tidak ditekankan harus merajut di lokasi produksi, akan tetapi proses merajut bisa dilakukan dan diselesaikan di rumah masing-masing untuk mengejar target rajutannya mengingat pesanan semakin banyak dari berbagai kota di Indonesia bahkan sampai ke luar Indonesia.

Produk sepatu rajut Saung Mimitran ini memang memang etnik sekali, jadi tidak heran juga jika sepatu rajut ini banyak digandrungi oleh semua kalangan selain juga karena merupakan hasil rajutan tangan, bukan menggunakan mesin dan hasilnya pun terkesan lebih rapi dan detail.


Eits, kalau kamu sedang berada di Sumedang, kamu juga bisa lho mendapati sepatu rajut ini di Griya Sumedang dan Jatinangor Town Square. Sepatu rajut Saung Mimitran juga ada di pusat-pusat toko kerajinan asal Sumedang atau toko khusus produk industri kecil dan menengah, di sana kamu bisa langsung memilih sepatu rajut yang sesuai dengan selera pemakaian kamu atau untuk oleh-oleh orang tersayang selain tahu, lho. Nah, sayangnya sepatu ini masih belum banyak dijual di pasaran luas, karena masih sedikitnya jumlah perajut sehingga kapasitas produksinya masih terbatas. Atau jika sabar, perempuan-perempuan pengrajin sepatu rajut ini siap menerima pesanan sepatu rajut sesuai keinginan pemesan.

Sepatu rajutan Saung Mimitran Sumedang ini dijual dengan kisaran harga dengan bentuk yang bervariatif, harga dipatok mulai Rp100.000-Rp150.000 untuk ukuran anak-anak, dan Rp130.000-Rp190.000 untuk ukuran dewasa atau biasanya harga dipatok tergantung oleh tingkat kerumitan pembuatannya.

Sepatu rajut dibuat menjadi beberapa model seperti ada model sepatu selop, flatshoes, wedges, hingga model high top dan harga yang ditawarkan juga sebenarnya tergolong murah jika dibandingkan dengan kualitas dan keunikan yang ditawarkan oleh sepatu ini. 

Inovasi-inovasi terus ditingkatkan oleh perempuan-perempuan pengrajut sepatu rajutan Saung Mimitran ini, hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Diawali dengan mulai aktif melakukan pengawasan mutu yang selektif supaya menghasilkan sepatu rajut yang memiliki karakter yang khas dan elegan. Hal ini didukung oleh bahan lokal yang berkualitas juga proses pembuatan yang tidak sembarang.

Dari bahannya sendiri, Saung Mimitran Sumedang memakai bahan baku  dari barang lokal. Benang sebagai dasar merajut diambil langsung dari Bandung, sedangkan untuk bahan lain-lain seperti benang, sol, dan spon Saung Mimitran mendapatkannya di Cibaduyut, Jawa Barat. Pemilik Saung Mimitran bilang jika tidak ada kendala dalam pemenuhan bahan baku ini karena selain sudah tersedia, proses permintaan bahan baku dan pengiriman pun diurus oleh pihak penyedia bahan yang sudah bekerjasama sejak awal mula usaha ini berdiri.

Proses pembuatan sepatu rajutan hingga sampai di tangan konsumen juga perlu penanganan yang militan, karena memang dari awal proses rajutannya pun tidak memakai mesin, yakni langsung memakai jasa tangan para pengrajut yang sudah dilatih pada Saung Mimitran sebelumnya. 

Pertama, proses pembuatannya diawali dengan melakukan pemotongan sol sepatu yang sudah disesuaikan dengan ukuran yang ditentukan. Setelah ukuran sepatu disesuaikan dengan ukurannya, lalu dilem dengan alas sepatu yang terbuat dari spon atau calv. Setelah bagian bawah sepatu jadi, maka bagian perajut untuk mengerjakan rajutannya sesuai dengan model dan ukuran alas. Hasil rajutan lalu dijahitkan pada alas sepatu. Tak lupa, beberapa aksesoris atau pemanis lainnya dipasangkan pada bagian muka atau atas sepatu.

Oiya, pada proses pengerjaan pembuatan sepatu rajut ini tentu dilakukan oleh orang yang berbeda dengan perajut ya, dengan kata lain, setiap pekerja memiliki tugas pokok fungsinya sendiri, dan setiap bagiannya mempunyai pekerja masing-masing yang kemudian hasil dari olahan pengrajin akan digabungkan pada proses finishing-nya.

Dilansir dari sumedangtandang.com, Hj Odah selaku salah satu penggerak Saung Mimitran mengatakan bahwa rata-rata upah yang diberikan untuk perajut mencapai  Rp 15.000 per pasang atau tergantung tingkat kesulitan dari rajutan yang dihasilkan sesuai permintaan konsumen.

Saat ini sepatu rajut Saung Mimitran tidak hanya dijual ke konsumen yang datang langsung ke tempat produksi. Akan tetapi, sepatu rajut Saung Mimitran juga banyak diminati para reseller yang menjualnya di butik atau toko mereka ataupun dijual langsung ke perorangan.


Jika dilihat dari sejarah bagaimana seorang perempuan seperti Hj Odah mulai sadar untuk menyalurkan kemampuan merajutnya yang sehingganya bisa menjadi titik terang tersendiri bagi ibu-ibu di Dusun Nenggawer Sumedang untuk mengais penghasilan dan saat ini menjadi promotor Sumedang sebagai kabupaten yang memiliki potensi-potensi kekreatifitasan yang dapat dari tangan-tangan warganya adalah hal paling epik untuk sebuah pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Hari ini boleh saja hanya sepatu, tas, maupun dompet rajutan yang dihasilkan dan berhasil layak dipasarkan sampai di ekspor. Ke depan, jika pemerintah ikut galak mengadakan pelatihan-pelatihan seperti kerajinan merajut ini dengan skala yang lebih besar dan berkualitas dengan fasilitas yang mumpuni, bukan tidak mungkin bahwa Sumedang akan menjadi sentra industri kreatif kelas dunia.

Karena pada pembuktiannya, meskipun sepatu rajut masih dipasarkan dengan cara konvensional, namun pemesanan bisa datang sampai ke negara-negara di luar Indonesia seperti Malaysia, Amerika, Italia sampai Swiss. Bayangkan ketika semua dimaksimalkan dari proses pembuatan, peningkatan sumber daya manusia, serta cara pemasarannya dengan melakukan promosi melalui media sosial, barangkali ekonomi kreatif (dalam hal ini adalah sepatu rajut) di Sumedang akan benar-benar melejit dan semakin mendunia.

Kita tidak bisa menganggap remeh keberadaan sepatu rajut Saung Mimitran Sumedang ini, sebab ekonomi kreatif berupa sepatu rajut inilah yang kemudian akan menjadi ciri khas Sumedang, yang keunikannya tidak bisa lagi diduplikasi oleh daerah mana pun. Karena Sumedang memiliki warga-warganya yang kreatif dan militan.

Ke depan, sepatu rajut barangkali akan dikenal lebih luas lagi di negara-negara luar selain Indonesia, namun dalam hal ini, sudah tentu pemerintah tidak boleh absen untuk ikut andil mempromosikan produk-produk yang dihasilkan oleh tangan-tangan kreatif warga Sumedang.


“Pramodya Ananta Toer pernah mengatakan, 'mereka yang bekerja adalah mulia'. Maka mulialah mereka para pekerja pengrajin sepatu rajut ini, yang bahkan sampai mampu membawa nama Sumedang sampai ke penjuru dunia.”

_

Referensi:



0 Response to "Menelisik Uniknya Sepatu Rajut Saung Mimitran Sumedang"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel