Kenapa Insekyur?
Sepertinya sudah tidak kaget lagi kalau mendengar orang-orang mengatakan bahwa Instagram menjadi satu-satunya sosial media yang berhasil membuat orang-orang insyekur dengan dirinya sendiri. Ya, termasuk perempuan.
Ada saja hal-hal aneh, unik, dan lucu yang seringkali perempuan dapatkan di feed Instagram, jika tidak di feednya, ya di instastory nya. Hal ini juga berlaku untuk saya sebagai perempuan. Normal seperti perempuan kebanyakan. Ketika saya melihat ada yang up di story dengan baju yang modis dikit, bukan hanya timbul rasa 'pengen' tapi juga insyekur, "kok nggak bisa semodis dia, ya".
Lalu, scrool feed menemukan ada yang memakai skincare dengan brand yang memiliki harga selangit, timbul juga perasaan yang sama. Tidak berhenti sampai di situ, terkadang ada juga rasa ingin yang memaksa untuk, "yaudahlah, nabung dulu, nanti beli."
Ketika sudah menyisihkan uang dan berniat membeli, ya ternyata sudah ada saja model barunya, ada saja merk terbarunya, ada saja yang kualitasnya lebih oke harganya lebih tinggi. Ada saja hal-hal baru yang ditemukan, yang dulu sempat diingini belum juga terbeli, sudah ada saja yang ganti, atau karena memang menabungnya yang terlalu lama? Lagi-lagi merasa ketinggalan.
Sempat pernah tidak on Instagram, sekaligus melakukan tindakan uninstall sebab merasa sudah terlalu larut kelimpungan ditimpa wabah 'ingin' yang tiada henti. Namun, terkadang kalau bosan dengan konten di Twitter atau Facebook, Instagram seperti dicari-cari sebagi penglipur segala tatanan resah dan bosan yang meninggi.
Padahal diri sendiri juga tahu, dengan install ulang Instagram tidak akan menyembuhkan kebosanan, justru malah seperti mencari-cari lapak insyekur lagi. Tapi, saya rasa seseorang sebenarnya bisa sembuh kok dari rasa-rasa semacam insyekur yang didapatinya melalui media sosial manapun.
Kita tahu obatnya kalau tahu sakitnya.
Keinginan yang hadir pada setiap orang itu saya rasa adalah hal yang wajar, akan tetapi jika sampai menimbulkan ketidakpercayaan diri ketika tidak berhasil mendapatkannya atau sudah mendapatkannya tapi merasa tidak cocok di dirinya barangkali itu lah yang perlu diobati.
Kita selalu menganggap hal-hal yang diingini sama halnya dengan hal-hal yang dibutuhkan, kita tahu itu hanya sekadar sebuah keinginan, tetapi kita seakan ingin mencari alasan untuk pembenaran bahwa kita 'butuh' itu.
Kita selalu menganggap hal-hal yang sedang ramai digandrungi adalah hal yang juga seharusnya kita turut memilikinya. Kita tahu kalau itu adalah hal yang berat kita miliki tapi seakan kita tak mau berhenti mencari alasan atas pembenaran bahwa dengan 'memilikinya' kita tidak 'ketinggalan'.
Kita lupa bahwa yang membuat insyekur adalah cara kita menyikapi hal-hal di sekeliling kita. Kita lupa bahwa kita perlu self-mubadalah untuk mulai memahami bahwa antara hati dan kepala jangan sampai ada yang mendominasi.
Sekarang, coba kita melihat sesuatu itu, entah berupa produk atau servis yang memang menurut kita mahal, berarti tidak usah dipaksa untuk memiliki atau memakainya. Ketika kita sudah merasa keberatan dengan 'harga' berarti kita memang bukan marketnya. Marketnya adalah orang-orang yang menganggap itu mudah didapat untuk mereka.
Kalau sedang melihat konten yang ternyata menurut kita konten tersebut gajelas, galucu, cringey, apaan banget sih, dih pamer cantik doang, dih pamer tajir banget sih berarti ya sudah tidak perlu dilanjutkan dilihat atau ditonton, diblok juga tidak masalah. Kan memang karena kita bukan marketnya. Biar orang yang tetap fine-fine saja ketika melihatnya yang menjadi marketnya. Dan kita tidak perlu keberatan dengan tetap adanya mereka.
Mau bagaimanapun juga, meskipun ada hal-hal yang menurut kita nggak banget sih, gajelas, gak bermutu tetapi masih ada saja tersebar di pasaran, ya sederhananya memang mereka punya market yang cukup untuk mereka mendapatkan uang dan melanjutkan hal seperti itu. Selama masih ada demand dan orang bisa mendapat uang karenanya, mereka akan tetap jalan.
Jadi, demi untuk your mentall-healthy sebenarnya sudah tidak perlu lagi memaksakan diri sendiri untuk sama dengan kebanyakan orang dan memaksa orang lain harus seragam dengan diri kita. Cantik dan modis versi kamu jelas berbeda dengan cantik dan modis versi mereka, pun sebaliknya.
Jadi, kalau ada yang buat kamu insyekur, lebih baik di 'tidak peduli' kan saja, kan memang bukan marketnya. Ehhe
Remember, the world doesn’t revolve around you.
0 Response to "Kenapa Insekyur?"
Post a Comment