Berbuat Baik (Sebuah Balasan)
Menyoal sudut pandang memang selalu menarik, kita bisa menempatkan diri ke dalam diri siapa saja. Kita bisa memandang banyak hal dari beberapa sisi. Seolah sedang meminjam kepala siapa saja untuk 'sok' tahu isinya.
Sore yang lelah kemarin saya sempat melihat notif artikel dari pacar saya. Sempat tertegun karena saya kira ia sudah beralih profesi menjadi brand ambassadornya susu beruang. Ternyata pacar saya ini sedang mendalami sisi kehidupan lain sebagai manusia yang sedang bermuammalah.
Bermodalkan gara-gara susu, ia banyak menarasikan hampir sempurna apa-apa yang dilakukan dan dilihatnya ketika membeli susu di minimarket yang barangkali tidak menghabiskan waktu 10 menit, akan tetapi waktu untuk memikirkannya mungkin bisa memakan lebih dari 100 menit, membuat ia tak menghiraukan chat yang saya kirim ketika sedang rindu-rindunya.
Yahh, apa boleh buat. Demi sedikit meredakan rindu ini saya coba dengan membaca artikelnya sampai dengan titik kata penghabisan, dan belum saja sampai titik terakhir itu saya sudah memproklamasikan diri bahwa kali ini saya kospley menjadi pihak kontranya!
Lagi-lagi ini memang perihal sudut pandang. Saya tidak mengatakan apa yang ia pikirkan itu salah, saya hanya tidak sependapat. Toh, meskipun kita satu hati, ya, tidak harus selalu satu pemikiran, kan? Haha
Dari panjangnya cerita yang dituliskan, hal yang paling ia tekankan (kalau tidak salah) adalah, "Berbaik-baiklah kamu pada siapapun yang memperlakukanmu dengan baik." Tentu saja kalimat ini tidak turun dari langit, kalimat ini lahir melalui proses berpikir yang sangat panjang, yang tak seorang pun (bisa jadi) tak berminat memikirkannya.
Akan tetapi kekasih, rasanya sungguh kurang bijak lagi bajik ketika kita hanya membela kelas yang sama. "Berbuat baik kepada yang baik". Apa kita tidak boleh berbuat baik kepada yang tidak baik --paling tidak dengan definisi 'tidak baik' versi kita?
Saya beri tahu, dua minggu yang lalu, saya berdagang seperti biasanya. Perihal senyum salam sapa yang tidak juga membuahkan hasil sudah jadi lalapan paling kriuk sepagi itu. Mengalahkan timun segar dan daun brokoli kesukaanmu.
Apa kemudian saya berhenti melakukan itu kepada orang-orang yang lewat lebih dari tiga kali di depan lapak, yang alih-alih membeli, menengok saja belum tentu? Tentu saja tidak, kekasih. Saya tetap melakukannya.
Bahkan saya pernah, mengambilkan topi bayi yang terjatuh, saya mengambil dan memberikannya kepada ibunya, tetapi jangankan mendapat ucapan terima kasih, melihat wajah saya saja tidak.
Dan minggu kemarin, orangnya lewat lagi. Duduk sejenak di depan lapak dagang, lalu beranjak pergi ke arah taman kelinci, kali ini sepatu bayinya yang jatuh, karena kesusahan membungkuk untuk mengambilnya, akhirnya saya yang turun tangan membantunya.
Bukan, ini bukan ajang pamer saya telah berbuat apa saja. Tidak bermaksud ke arah sana. Namun, melihat statement yang membuat alis saya bertautan ketika membacanya, saya memutuskan untuk menuliskan statement balasan. Bahwa, -- menurut saya--, alangkah baiknya kita tidak pernah memandang 'siapa' yang kepadanya kita harus berbuat baik. Tapi memandang 'siapa' diri kita yang memang seharusnya tidak berhenti berbuat baik.
Cerita saya di atas itu hanya sekelumit kisah saja yang memang saya rasa sedang relate dengan kisah yang ia tuliskan. Di luar sana masih banyak lagi orang-orang yang berbuat baik.
Pagi tadi saya juga sempat mebaca artikel tentang sepasang suami istri yang membawa jenazah bayinya pulang dari rumah sakit dengan menggunakan layanan go car, awalnya banyak sekali driver yang minta cancel karena tahu akan membawa jenazah, hingga driver yang kesekian mau mengantar pulang.
Driver tersebut tidak hanya mau mengantar, ia bahkan tidak mau dibayar, dan yang lebih membuat saya tercenung adalah driver tersebut yang memberikan beberapa lembar uang merah kepada pasutri tadi untuk membantu membeli air mawarnya.
Pagi tadi saya juga sempat mebaca artikel tentang sepasang suami istri yang membawa jenazah bayinya pulang dari rumah sakit dengan menggunakan layanan go car, awalnya banyak sekali driver yang minta cancel karena tahu akan membawa jenazah, hingga driver yang kesekian mau mengantar pulang.
Driver tersebut tidak hanya mau mengantar, ia bahkan tidak mau dibayar, dan yang lebih membuat saya tercenung adalah driver tersebut yang memberikan beberapa lembar uang merah kepada pasutri tadi untuk membantu membeli air mawarnya.
Pada akhirnya, ketika kita punya kesempatan untuk berbuat yang baik-baik, kenapa harus membuang-buang waktu untuk mengingat dahulu, "apakah dia pernah berbuat baik kepada kita atau tidak?"
"Berbaik-baiklah kamu kepada siapa saja, sebab kita tidak pernah tahu, kebaikan mana yang akan
diterima sebagai kebaikan."
Mari baik membaiki, bahagia membahagiakan.
Luar biasa ❤️
ReplyDeleteKamu luar biasaku ❤️
Delete