Berhutang Kepada Diriku yang Lain
Pas Liqo Literasi WES ke #16 tadi sebenarnya secara nggak langsung juga bikin aku sadar sama manajemen financialku sejauh ini, di mana pembahasan mengenai tipe-tipe seseorang dalam mengelola keuangan ternyata juga memiliki konsekuensi dan challenge-nya sendiri. Baik saat ia masih single, maupun sudah berpasangan.
Seperti misal, ada yang memenuhi keinginan maupun kebutuhannya dengan berhutang, biar hidup terasa lebih semangat satu hari lagi untuk bayar utang, ada juga yang tipikal nabung sampai yang diinginkan udah nggak model lagi alias dah ketinggalan.
Kalau aku sendiri ya, jujurly mau nabung itu susah, utang juga nggak berani, ikut arisan apalagi, soalnya kalau pas nembus arisan atau bongkar tabungan suka bingung duitnya mau dikemanain kwkw, subhanallah ini mah qonaah garis keras ukht (untuk tidak mengatakan bahwa saya tidak bisa membuat planning keuangan dengan baik). Kwkk
Nah, mangkanya untuk meminimalisir pengeluaran yang kadang juga nggak ter-planning dengan baik ini, aku selalu bagi uangku diberbagai tempat tapi masih di dompet yang sama. Biasanya ada 30% dari pendapatan untuk aku jadiin pinjaman ke diriku sendiri yang pas kepentok melarat. Dan ternyata cukup terasa si dampak disiplinnya.
Terus gimana pas udah nikah? Aku juga belum tau si mau pakai tipe manajemen financial yang gimana kalau udah serumah gini. Tapi sebenarnya sebelum menikah juga aku dan pasangan udah mengelola keuangan bersama dari bisnis kecil-kecilan, beberapa persen buat jajan dan senang-senang, sisanya buat saving dan modal. Lumayan termanajemen dengan baik, tapi mungkin agak sedikit kurang disiplin pada pembukuannya.
Namun, terlepas dari itu semua, sependek yang aku dapat dari pengalaman mengelola financial bareng pasangan, ditambah Liqo kali ini ya aku pikir financial itu juga tentang komunikasi, tentang kompromi, bukan cuma tentang perhitungan angka-angka yang acapkali "permisi numpang lewat".
Dalam mengelola keuangan, aku dan pasangan sudah berencana bahwa seluruh pendapatan yang berupa gaji dipegang dan dikelola oleh istri. Sedangkan pendapatan di luar gaji, kami kelola bersama untuk hal-hal yang bersifat sosial dll. Hal ini dilakukan bukan semata saklek menganut seluruh uang suami adalah uang istri, beberapa pertimbangan pengelolaan financial dengan baik juga menjadi dasar mengapa keputusan tersebut diambil.
Aku sendiri juga memegang teguh, bahwa kesetaraan adalah juga soal kesepakatan, dua suara yang sama didengarkan dan dipertimbangkan.
0 Response to "Berhutang Kepada Diriku yang Lain"
Post a Comment