Parenting Goals dan Apa yang Perlu Disiapkan


Lagi-lagi, Sabtu selalu memberi kejutan baru dari pemantik Liqo Literasi, yang kali ini sudah menapak di angka #14, dan tema parenting goals, saya pikir ini tema menarik dan relevan setelah Minggu sebelumnya membahas tema yang menyinggung kesiapan reproduksi manusia.

Saking menariknya, saya masih melanjutkan sedikit diskusi melalui DM dengan Bu Hifni. Kami ternyata memiliki asumsi yang sama tentang sisi 'menarik' tema ini. Pertanyaan yang dilempar moderator juga membuat jadi mikir lagi, "Ekspektasi kalian terhadap orang tua kalian itu sebenernya yang gimana sih?" 

Ada beberapa yang menanggapi, dan tidak sedikit yang saya pikir juga masih bertanya-tanya. 

Sejujurnya, saya sendiri tidak tahu apakah pendidikan oleh orang tua saya itu sudah memenuhi standar parenting goals yang saya yakini atau belum. Tapi, selagi kami masih bisa berkomunikasi dan berkompromi dengan baik, verbal maupun non verbal, saya sungguh tidak ingin berekspektasi apa-apa lagi.

"Kalau pertanyaan dibalik, sebenernya kalian pengen jadi orang tua yang gimana sih?"

"Iya ya, pengen jadi orang tua yang gimana?"

"Mesti kelabakan, Buk. Hehe"

Saya harus mengakui, meskipun tema parenting goals sudah semakin mudah didapat dan tersampaikan dengan cukup baik dan kreatif di berbagai platform seperti Instagram, tiktok, dll, saya seperti masih sulit menemukan mana yang bisa jadi pegangan saya kelak. Semua terasa cukup taktis di kepala, dan saya takut di kemudian hari saya malah menjadi tidak apa adanya dan terkesan kaku; harus begini karena teorinya begini.

Namun, saat pemantik menyampaikan bahwa sebenarnya setiap orang tua memiliki caranya tersendiri dalam mencapai parenting goals. Saya jadi menyadari pada akhirnya semua itu sifatnya akan dinamis, seni berkompromi itu harus lebih diasah lagi, kepada anak, kepada pasangan.

Dan ya, dari beberapa tips yang disampaikan oleh Pak Taufik, di luar beliau dan anaknya anggap berhasil atau tidak, saya menangkap, cara-cara yang disampaikan yang tentu saja tidak langsung turun dari langit itu, menunjukkan sisi lainnya bahwa di balik 'cara' apapun yang diterapkan nanti, tidak lepas dari proses 'cara' berpikir logik dan mampu merasa terlebih dahulu. Cukup. Pakai akal, pakai hati.

Cara mendidik anak boleh berbeda-beda, atau boleh saja sama dengan yang disampaikan pemantik maupun oleh profesional manapun yang diyakini berhasil. Tapi semua itu tidak bisa lepas dari cara berpikir yang logik dan perasa yang perlu disadari dan diasah terlebih dahulu. Paling tidak ini asumsi saya setelah mengikuti diskusi ini sampai akhir.

Seperti sedikit yang saya tarik dari pemantik. Misal, logikanya, hal apa yang akan berdampak apa: Selesai dengan diri sendiri dan pasangan bisa melahirkan cara berkolaborasi yang baik dalam mendidik anak, ketegasan atau hal lain apa yang bisa membuat anak mengerti dengan baik bahwa tidak semua hal bisa ia dapatkan. Melakukan pekerjaan domestik oleh seorang ayah yang bisa memberi anak pemahaman baru bahwa tidak ada pekerjaan yang dikhususkan untuk gender tertentu.

Sentuhan, komunikasi verbal non verbal yang baik, dan bagaimana hal-hal yang dilakukan dapat tertanam tanpa meninggalkan apa-apa, kecuali bahagia, senang, tenang, terlindungi dll. Dan satu lagi, perkataan yang baik, do'a-do'a yang baik, secara magis akan memberi sugesti bahwa kita memiliki kepercayaan bahwa 'anak' adalah seorang yang baik.

Ya, di atas adalah sedikit rangkuman tips yang dipegang pemantik dalam mendidik anak-anaknya, tips yang bisa dilakukan secara taktis, juga spiritual. Kelihatan mudah dan sederhana, semoga saja, meski katanya, menjadi orang tua, tidak cukup seumur hidup belajarnya.




0 Response to "Parenting Goals dan Apa yang Perlu Disiapkan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel