Tabu Menstruasi dan Media yang Melanggengkannya



Saya tidak tahu sejak kapan sebenarnya darah menstruasi yang berwarna merah, kadang juga cenderung gelap itu diganti dengan warna cairan biru pada iklan pembalut di televisi. Saya sudah jarang sekali nonton tv, tapi baru saja, sejak mengalami menstruasi hampir 10 tahun, saya masih menemukan iklan pembalut seusang itu.

Saya sendiri tidak mengerti apa sebenarnya tujuan dari digantinya warna darah menstruasi, namun terlepas dari alasan tersebut, saya hanya ingin menyampaikan dampak yang bisa saja membuat perempuan yang mengalami menstruasi menjadi kehilangan kepercayaan dirinya.

Iklan semacam ini tentu saja menyumbang cara masyarakat memandang darah menstruasi, kesan steril pada warna biru di pembalut telah berhasil mengeliminasi warna darah menstruasi yang sesungguhnya, dan pada akhirnya perempuan yang mengalaminya, mereka menjadi tidak mengenali tubuhnya sendiri, mereka memandang jijik diri mereka atas darah yang mereka keluarkan sendiri.

Saya jadi ingat, saya juga pernah mengalami hal ini, sejak saya mengalami menstruasi pertama kali di tahun 2011 sampai saat ini, selalu ada masa di mana saya harus memaki dan membenci tubuh saya sendiri. Ya, ketika berada di sekolah atau di manapun, darah menstruasi saya tembus.

Di sekolah, saya harus rela pulang paling terakhir, atau membiarkan tas saya kotor untuk menutupi bercak darah di androk saya, karena jika ketahuan teman-teman, terutama yang lelaki, saya harus rela di ejek dan menanggung rasa malu sekaligus menanggung kesan 'kotor' dalam diri saya. Darah merah itu, adalah bencana dalam hidup saya.

Sejauh ini, selama saya menstruasi, saya selalu mendambakan pembalut anti bocor seperti yang ditawarkan di iklan-iklan itu, saya memimpikan suatu saat dengan pembalut anti bocor itu saya bisa memiliki keberanian memakai celana putih bersih meskipun sedang menstruasi. Saya benar lupa, bahwa semua yang saya alami ketika menstruasi adalah hal yang normal. Dan pada saat yang sama yang saya butuhkan bukanlah pembalut anti bocor, tapi lingkungan anti diskriminan.

Ya, saat ini saya baru menyadari, betapa media dan iklan-iklan itu telah berkontribusi banyak dalam mengajarkan saya dan kita semua bahwa tubuh perempuan hanyalah objek 'keindahan' semata dan siklus biologisnya adalah hal yang dianggap buruk dan harus tetap berada di ranah privat. Ironis memang.

Menyambut Menstrual hygiene day tahun ini, saya selalu memiliki harapan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya, di mana pembahasan seputar menstruasi di kalangan orang tua, anak, remaja perempuan dan laki-laki sudah seharusnya naik kelas. Isu seputar kebersihan misal, mengupayakan keamanan dan kebersihan di toilet sekolah maupun umum juga memberikan fasilitas yang baik seperti tisu, sabun, dan air bersih di dalamnya.

Dan tentu saja, media juga harus hadir dalam mengenalkan 'menstruasi' dengan lebih positif kepada masyarakat luas. Iklan mengenai menstruasi harus digambarkan dengan lebih tepat lagi. Jika perlu buat juga iklan yang mempresentasikan bahwa tidak apa-apa jika seorang laki-laki membeli pembalut di minimarket. Hentikan hal-hal yang membuat masyarakat memiliki stereotip 'kotor' dan 'jijik' yang menciptakan kesan tidak peduli terhadap siklus biologis yang dialami oleh perempuan. 

Kita semua perlu bekerja sama dalam membedah tabu menstruasi yang selama ini diangkat media dan menghilangkan stigma yang menyebar luas di masyarakat, agar semua orang dapat membicarakan menstruasi tanpa merasa malu dan takut, untuk sekarang dan di masa yang akan datang.




0 Response to "Tabu Menstruasi dan Media yang Melanggengkannya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel