Menikahkan Korban dengan Pemerkosa: Demi Siapa?

Menikahkan korban dengan pemerkosa sebenarnya bukanlah hal baru, kasus seperti ini juga tak kunjung menjadi sejarah, setiap tahun masih sering terdengar kasus serupa, sialnya, juga ditangani dengan penyelesaian serupa: menikahkan korban dengan pemerkosa.

Kita juga tahu, korban dari kejahatan seksual ini tidak sedikit yang masih berusia 'dini'. Maka sangat disayangkan ketika satu-satunya jalan yang diambil adalah dengan menikahkannya dengan tersangka. Alih-alih mencari keadilan, keputusan seperti ini malah menjelma jadi satu-satunya bentuk pertanggungjawaban tidak masuk akal yang diambil, dengan alasan menyelamatkan status sosial. Status sosial siapa? 

Memang tidak bisa dipungkiri, menikahkan korban dengan tersangka, sejauh ini masih saja dipercaya bagi sebagian besar masyarakat kita sebagai misi penyelamatan untuk korban, bahkan tidak sedikit hal ini dilakukan oleh para orang tua, orangtuanya sendirilah, sebagai yang memiliki hak ijbar, yang memberikan persetujuan agar pelaku dinikahkan dengan anak perempuannya. 

Keterlibatan orang tua atas kasus ini seharusnya bisa sepenuhnya hadir untuk terus mengawal kasusnya sampai ke jalur hukum, bukan jalur kekeluargaan, karena saya pikir, penyintas hanya butuh dukungan untuk bangkit dari traumanya, keadilan untuk dirinya, bukannya dinikahkan.

Jika saja sampai terjadi pernikahan antara pelaku dan korban, tentu saja, hal ini bisa menjadi angin segar bagi pelaku pemerkosaan untuk menyelamatkan diri dari jerat hukum, dan siapa yang tahu hal ini juga akan melanggengkan kejahatan-kejahatan seksual lain yang akan lolos jerat hukum dengan menempuh jalan keluar serupa.

Saya masih bertanya-tanya, sampai saat ini, penyelamatan semacam apakah yang dirindukan para orang tua kepada anaknya sebagai korban? Memangnya siapa yang bisa jamin, ketika menikahkan pelaku dengan korban, ke depan, tidak akan ada lagi pelecehan serupa, tidak ada lagi pemerkosaan, kekerasan, dan kebiadab-kebiadaban lain yang disasarkan kepada korban? Bagaimana jika, pelaku melakukan kejahatan yang sama setelah menikah? 

Dan membiarkan pelaku menikahi korban, bukankah sama halnya dengan mendukung kebiadaban yang sama atas apa yang dilakukan pelaku? Dan ya, lagi-lagi, pada kesempatan baru ini, pelaku akan dilindungi, -sebagai suami, dan anggota keluarga, karena masih banyak dari kita mengimani, bahwa tidak ada 'kekerasan seksual' di dalam rumah tangga.

Saya begitu menyayangkan, betapa masyarakat kita, ketika dihadapkan dengan persoalan seperti ini, hanya berfokus kepada 'aib' yang juga acap dianggap sebagai kutukan untuk keluarga dan daerahnya, bukan terhadap tindakan kejahatan pelakunya.

Maka ketika kejadian ini santer terdengar di masyarakat, hal yang paling sering dilakukan oleh keluarga bersangkutan tidak lain ialah memikirkan bagaimana menutupi sesuatu yang disebut sebagai 'aib', yakni dengan menikahkan, bukan memikirkan apa yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan korban dari trauma dan stigma, bukan hadir untuk memberi ruang aman dan harapan-harapan baru.

Jadi, saya rasa, menikahkan korban dengan pelaku pemerkosaan adalah semata-mata demi memenuhi syahwat norma masyarakat kita, sama sekali bukan demi korban. Sama sekali.



0 Response to "Menikahkan Korban dengan Pemerkosa: Demi Siapa?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel