Mengaku Tua, Kok Bangga.



Saatnya yang muda yang berkarya, karena yang tua sudah habis masa nya. 

Siapa sih yang tidak asing dengan kalimat yang diyakini menjadi salah satu motivasi kaum muda untuk berkarya, yakin itu saja maksutnya? Yang sudah tua-tua memang karya nya sudah seperti apa sih?

Begini, saya sering mendapati kalimat tersebut disampaikan oleh senior-senior dalam lingkup organisasi maupun umum. Seolah menganggap sudah habis masanya untuk berkontribusi, sudah bukan waktunya lagi mengembangkan skill diri, segala hal dilimpahkan kepada junior dengan dalih yang muda yang berkarya.

Kalimat yang selanjutnya berbunyi yang tua sudah bukan lagi masanya adalah persis sebagai bentuk pengakuan lemahnya integritas orang-orang yang menganggap dirinya telah senior. Senior dalam artian apa sebenarnya yang kemudian membuat para senior ini enggan belajar mengulas kembali, menggali pengetahuan lebih dalam lagi.

Persis seperti yang pernah saya tuliskan pada timeline facebook sebelumnya bahwasannya seseorang yang sudah berumur tak selamanya lebih berpengalaman dari yang masih muda. Terlebih lagi tentang kerasnya hidup di jalanan, misal, tentu saya yang telah dianggap semester lansia pun tak lebih tau daripada anak-anak kecil pemungut sampah, bukan?

Atau saya ambil contoh dari bu hifni, salah satu dosen FTIK di IAIN Metro, beliau mengisi mata kuliah TIK di jurusan tadris biologi. Dari sini kita bisa melihat dari cara saya menambahkan kata 'bu' didepan namanya, cukup memberitahukan bahwa saya lebih junior dari bu hifni, dengan kata lain bu hifni lah sang senior.

Bu hifni tentu bisa dikatakan lebih senior daripada saya, apalagi berbarometerkan pendidikan, untuk strata satu saja, saya masih merangkak. Apalagi usia, meski mengaku lebih muda, saya yakin kalian tidak akan percaya, terlebih Tomi Nurrohman pernah membandingkan,

"mbak hifni masih cocok jadi mahasiswa, Kalau puji jadi ibu-ibu cocoknya'' iya,mas. Ibu dari anak-anakmu yhaa~

Bu hifni adalah istri dari Pak Dharma setyawan, master gerakan sosial. Mulai dari menggerakkan pemuda dam raman, metrouniv.ac.id, sampai pojok boekoe cangkir di yosomulyo pelangi. Tidak banyak yang perlu saya tumpahkan pada tulisan ini untuk membahas Pak Dharma, selain tidak akan habis, sebenarnya saya sedang menceritakan istri beliau, hifni septina carolina.

Intinya saya ini sedang dikagumkan dengan bu hifni, jarang sekali ada orang-orang yang sudah memiliki embel-embel dibelakang namanya mau belajar dengan saya yang sekali lagi, strata satu saja masih belum tuntas.

Singkat cerita, beberapa hari yang lalu saya memposting sebuah hasil design mirip seperti hasil di corel, pemakaiannya cukup menggunakan aplikasi di android, yang ternyata hal tersebut mampu mengundang bu hifni untuk berkunjung ke metrouniv sembari membawa jajanan.

Bukan, kedatangan bu hifni bukan hanya sekedar main-ngenet-pulang layaknya Julianto Nugroho. Bu hifni murni datang atas rasa keingintahuannya dalam memainkan aplikasi coreldraw guna menghasilkan design-design foto untuk kemudian diposting disalah satu akun media sosial jurusan tadris biologi.

"Saya tu pengen ngajarin mereka bikin-bikin pamflet, biar Instagramnya rame, jurusannya eksis, tapi mereka masih polos-polos banget, jadi saya harus bisa dulu baru ngajarin mereka."

Tentu apa yang disampaikan bu hifni kepada saya ini membuka pandangan baru, bahwa untuk berkarya itu tidak harus tua atau muda, tidak melulu junior atau senior. Keduanya harus sama-sama mau dan bahu-membahu.

Seharusnya semangat-semangat seperti ini perlu ditanamkan, agar kita tetap tawaduk. Bukan malah merasa super senior seiring menambahnya umur, apalagi dengan alasan sudah banyak makan garam. Begitulah, karena tidak mau berbagi akhirnya bukan hanya banyak, tetapi malah kebanyakan makan garam.

Sebenarnya, selagi kita mau saling berbagi, ilmu itu tidak akan ada habisnya kita beri dan dapatkan.  Itulah sebabnya memperluas jaringan itu perlu, kita akan dihadapkan dengan kemungkinan-kemungkinan baru, hal-hal baru.

Bisa jadi, ilmu yang kita dapatkan akan lebih panjang dari umur Kita sendiri. Maka berhentilah memberhentikan pengetahuan, memberi batasan dengan tingkat kesenioran. Senior itu biar saja menjadi penilaian orang.

Karena selama kita mau menambah pengetahuan, mempeluas jaringan, dan mengasah kreativitas kita akan selalu merasa kurang, merasa haus, merasa kerdil akan ilmu dan pengetahuan, lalu kemudian merasa malu ketika mengatakan, yang muda yang berkarya, yang tua sudah bukan masanya.

0 Response to "Mengaku Tua, Kok Bangga."

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel