Kampoeng Dolanan dan Parenting Issue

 


Setelah beberapa kali ikut diskusi tentang kampung ramah anak, salah satunya ketika refleksi Payungi bersama Bu Nyai Nur Rofiah dan Bu Linda Linda Ayu Citra , saya jadi menyadari satu hal lain bahwa kampung ramah anak juga sebenarnya berkaitan penuh dengan parenting issue di masyarakat kita. Karakter anak-anak kita saat ini, adalah karakter yang dibentuk oleh sebagian besar pengasuhan orang tua di rumah, kan?

Sudah kurang lebih 5 bulan mendampingi anak-anak Kampoeng Dolanan Purwosari dengan pelbagai macam persoalan yang saya dan anak-anak hadapi, termasuk interaksi sosial di ranah digital yang kapan waktu pernah saya tulis, yang barangkali juga luput dari perhatian orang tuanya.

Karena merasa beberapa persoalan memang seharusnya tidak bisa selesai hanya oleh satu pihak saja, jadi, kemarin saya memutuskan untuk ambil langkah, memperbaiki komunikasi saya dengan para orang tua dari anak-anak sekitar Kampoeng Dolanan.

Di pertemuan ala deep talk kali ini saya bisa menggali kebiasaan anak di rumah, juga bagaimana orang tua memberikan pengasuhan seperti; cara memanajemen emosi anak, cara berkomunikasi dengan anak, cara menghadapi anak-anak yang sedang atau akan mengalami masa pubertas dll.

Dan benar ya, pecah curhat ibu-ibu yang saling saut menyaut ini. Ada yang harus nangis-nangis di depan anaknya agar dapat perhatian, tapi malah gagal. Ada yang harus memberi uang atau hadiah terlebih dahulu untuk pekerjaan tertentu, ada yang ibunya baru ngomong satu, anaknya balas ngomong seribu. Ada yang pusing anaknya main di luar terus, di lain kejadian juga capek anaknya malah dikamar terus mainan hp.

Untuk kali ini saya memang sengaja memilih berdiskusi dengan ibunya. Bukan tanpa alasan, atau mengamini bahwa tanggung jawab terhadap anak adalah totally tugas ibu. 

Ya, saya paham jika orang tua laki-laki, bapak, juga harus berperan dalam pengasuhan. Tapi masyarakat yang saya hadapi saat ini adalah masyarakat yang masih meyakini bahwa pengasuhan itu ada sepenuhnya di tangan ibu.

Tentu saja, sebelum diskusi ini saya sudah coba untuk memahami bagaimana pola pengasuhan yang ada di lingkungan sekitar untuk dipertimbangkan setelahnya, karena bagaimana saya bisa berdiskusi dengan bapaknya soal pola pengasuhan sehari-harinya jika yang stand by dan sering berinteraksi di rumah dengan anak adalah ibunya?

Tapi tetap saja ini juga jadi PR besar, tentang bagaimana kemudian orang tua, seorang ibu dan bapak bisa saling terlibat dan bekerjasama menciptakan rumah yang ramah terhadap anak, dan terhadap semua anak.

Karena bagi saya, kampung ramah anak sendiri adalah kampung di mana setiap tempat, setiap rumah dapat menjadi ruang yang mendukung anak-anak tumbuh dan berkembang.

Kampung ramah anak adalah kampung yang setiap orang; -perempuan, laki-laki, ibu, bapak, tetangga, saudara, didalamnya memiliki kesadaran atas perannya untuk memberikan pengasuhan, perlindungan, dan akses yang setara terhadap semua anak. Karena selain connecting, talking, dan playing yang bisa mereka dapatkan di Kampoeng Dolanan 28, kita juga perlu healthy home dan community sebagai back up sosial untuk anak-anak.

Dan hasil diskusi sore kemarin, saya dan orang tua saling sepakat untuk merawat komunikasi, bersama-sama akan belajar dan terus memperbaiki pola pengasuhan di rumah maupun di sanggar jenius Kampoeng Dolanan 28. Karena kita sama-sama menyadari adanya ketidaksempurnaan ini, maka satu-satunya jalan yang dipilih ya harus dengan kolaborasi.

Dengan begitu, saya percaya akan mimpi tentang kampung ramah anak di Kampoeng Dolanan Purwosari tidak akan lagi muskil, meski membayangkannya saja tidak mudah, tapi ya saya percaya saja, setiap yang diusahakan akan menemukan jalan.

0 Response to "Kampoeng Dolanan dan Parenting Issue"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel